Transaksi Pembayaran Internasional sebagai Dasar Penerbitan L/C

Transaksi Pembayaran Internasional sebagai Dasar Penerbitan L/C

Ketentuan Umum Perjanjian Menurut KUHPerdata

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak, lahir dari suatu perikatan. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 

Hubungan dua orang atau dua pihak tadi, adalah suatu hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban yang berarti bahwa kedua belah pihak dijamin oleh hukum atau undang-undang. Jadi dalam hal ini, pemenuhan prestasi dari perikatan tersebut harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak.

Berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata, menyatakan bahwa perikatan adalah :

”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”.

Perjanjian ekspor impor dihubungkan dengan ketentuan KUHPerdata, dapat dilihat pada ketentuan buku ke-III (tiga) tentang Perikatan yang menganut sistem terbuka. Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, menyatakan bahwa perjanjian adalah :

”Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak terlepas dari adanya asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata, menyatakan bahwa :

”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Terhadap suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak di Indonesia, maka perjanjian tersebut harus mencerminkan pada syarat sahnya suatu perjanjian. Akan tetapi terhadap perjanjian yang mengandung unsur perbedaan warga negara, domisili, dan sistem hukum nasional, maka diberikan kebebasan kepada para pihak yang akan membuat suatu perjanjian untuk memilih sistem hukum yang akan dianut. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat yang dimaksud disini bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Maksudnya bahwa jenis-jenis perjanjian tertentu yang dengan jelas bertentangan dengan ketertiban umum tidak dibenarkan oleh hukum, dengan perkataan lain tidak ada unsur paksaan (dwang), penipuan (bedrog), maupun penyalahgunaan (misbruik van omstandigheiden)

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata menegaskan bahwa cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan 

perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan.Menurut Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seseorang dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 18 tahun atau pernah melangsungkan perkawinan, sedangkan sehat akal dan pikiran sebagaimana dalam Pasal 31 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah orang yang mampu untuk melakukan perbuatan hukum, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan, artinya bukan orang yang berada dalam pengampuan.

c. Suatu hal tertentu

Berdasarkan Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Maksudnya bahwa barang yang dapat diperdagangkan sajalah yang menjadi obyek persetujuan. Sedangkan menurut Pasal 1333 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok dari suatu 

barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Dengan maksud lain bahwa syarat ini tidak hanya mengenai obyek tertentu jenisnya, tetapi meliputi benda-benda yang jumlahnya pada saat dibuat persetujuan belum ditentukan, asal jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

d. Suatu sebab yang halal

Berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata disebutkan bahwa tiada kata sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan (dwang) atau penipuan (bedrog). Maksudnya bahwa antara pihak-pihak dalam perjanjian harus ada persesuaian kehendak tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan. Dengan perkataan lain tidak melanggar peraturan perundang-undangan, kepentingan umum dan kesusilaan. Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif, apabila syarat itu tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) oleh pihak yang mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat obyektif, apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (nieteg). 

Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Perjanjian Transaksi Internasional Menggunakan L/C

Kontrak jual beli (Sales Contract) merupakan dasar terjadinya suatu  transaksi antara penjual dan pembeli. Pembeli akan meminta kepada bank tempat pembeli memiliki rekening untuk melakukan pembayaran kredit kepada pihak penjual atas kontrak jual beli yang telah disepakati oleh pihak pembeli dan penjual. 

Bank tempat pembeli memiliki rekening akan melaksanankan pembayaran setelah pembeli menunjukan sales contract tersebut. Setelah akad kredit dilaksanakan oleh bank pihak pembeli, maka status dari pihak yang terkait dalam pembayaran ekspor impor tersebut berubah, seperti pembeli menjadi buyer, penjual menjadi seller, bank pihak pembeli menjadi bank penerbit (opening bank), serta bank penerus menjadi advising bank.


Bank penerbit akan mengirimkan wesel (draft) kepada advising bank untuk diteruskan kepada penjual. Kemudian advising bank akan memberikan material draft kepada pihak penjual. Selanjutnya penjual akan mengirimkan Bill 

of Loading (B/L) dan draft kepada bank penerbit untuk melaksanakan pembayaran kepada pihak pembeli. Bank penerbit akan menanyakan kepada para pihak apakah pembayaran tersebut akan menggunakan L/C atau non L/C. Jika para pihak setuju melaksanakan pembayaran menggunakan L/C, apakah L/C tersebut akan tunduk pada ketentuan UCPDC 500 atau tidak. Bila para pihak setuju L/C tersebut tunduk pada UCPDC 500, maka dalam L/C tersebut harus dicantumkan kalimat, bahwa L/C ini tunduk pada ketentuan UCPDC 500. Berdasarkan Pasal 1 UCPDC 500, yaitu :

“Semua L/C tunduk pada ketentuan ini, dengan mencatumkan pada setiap L/C kalimat : This Credit Issued Subject to Uniform Customs and  Practice for Documentary Credit. 1993 Revision. ICC Publication No. 500”.

Sales Contract merupakan dokumen penting, karena berdasarkan perjanjian inilah saling pengertian antara kedua belah pihak eksportir dan importir dituangkan dan ditegaskan. Sales contract tersebut umumnya mencakup barang, penyerahan dan cara pembayaran.

a. Barang

Pada sales contract penawaran perlu disebutkan mengenai uraian barang seperti mutu, nama pabrik, jumlah dan harga. Sedangkan mengenai kualitas barang dapat dinyatakan dengan tipe, grade, keterangan, dan namanya serta dapat juga dengan menyebutkan contoh yang dikirim. 

Pada perdagangan internasional (International Trade) barang yang kualitasnya sulit ditentukan seperti tembakau, ditetapkan dengan mengirimkan moster (contoh), dan contoh ini kelak menjadi dasar penyerahan barang, yaitu barang yang diserahkan harus sesuai dengan contoh. Barang yang mudah untuk ditentukan kualitasnya seperti, kopi, gula cukup dengan menyebutkan tipe, keterangan, atau namanya saja.

Berdasarkan Pasal 4 Kep.Men Perindustrian dan Perdagangan, menyatakan bahwa :

”Terhadap barang ekspor tertentu, Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri menetapkan Harga Patokan Ekspor secara berkala sebagai dasar perhitungan Pajak Ekspor”. Jadi berdasarkan Kep.Men Perindustrian dan Perdagangan terhadap barang yang akan diekspor harus mengikuti ketentuan ini. 

b. Penyerahan

Jual beli langsung, penyerahan fisik barang dari penjual kepada pembeli dapat dilaksanakan secara langsung dan pembeli pada saat itu akan menjadi pemilik barang. Namun, dalam perdagangan ekspor/impor, penyerahan  barang diwujudkan dengan penyerahan dokumen-dokumen yang mewakili barang sehingga dengan memiliki dokumen tersebut berarti memiliki barang yang disebutkan di dalamnya.

Dalam dokumen tersebut disebutkan syarat-syarat/klausula bagaimana barang tersebut harus diserahkan, antara lain syarat-syarat loko, syarat franko, syarat FOB, C&F, CIF, risiko atas barang dan harga barang yang diperjanjikan untuk dijual. Disamping syarat diatas, penting pula disebutkan nama dan tempat di mana barang tersebut diserahkan secara fisik.

Penyerahan pada dasarnya dapat dilakukan secara penyerahan biasa dan penyerahan secara hukum (yuridis levering). Penyerahan secara biasa ada 2 (dua) yaitu : 

1). Syarat Loko

Syarat Loko digunakan untuk transaksi yang sederhana dan merupakan transaksi setempat. Di sini pihak penjual menyerahkan barang kepada pembeli di tempat penjual, yang berarti bahwa pada saat penyerahan, terjadi peralihan risiko atas barang dari penjual kepada pembeli.

2). Syarat Franko

Syarat ini kebalikan dari syarat loko, dimana pihak penjual yang harus mengantarkan atau mengirimkan barang kepada pembeli. Agar tidak menimbulkan kesulitan atau kendala di kemudian hari, harus ditetapkan tempat franko tersebut. Ini berarti penjual  bertanggungjawab mengirimkan barang tersebut sampai ke gudang dan membayar ongkos-ongkos pengangkutan barang sampai ke tempat atau gudang dimaksud. Dengan demikian, peralihan hak dan peralihan risiko terjadi pada saat barang  diterima pembeli di gudang tersebut.

Sedangkan penyerahan secara hukum (yuridis levering), diantaranya :

1). Syarat FAS (Free Alongside Ship)

Penjual menempatkan barang di sisi kapal. Berarti penyerahan barang terjadi pada saat barang sudah berada di sisi kapal dan tanggungjawab penjual berakhir dan beralih kepada pembeli pada saat itu. Pemuatan barang ke dalam kapal dan pembayaran biaya angkut barang ke kapal menjadi tanggungjawab pembeli. Berarti risiko atas barang selanjutnya menjadi risiko atas barang selanjutnya menjadi risiko pembeli.

2). Syarat FOB (Free on Board)

Penjual menempatkan barang di atas kapal. Setelah barang berada di atas kapal, penjual tidak bertanggungjawab lagi atas barang tersebut. Dengan demikian, saat itu risiko terhadap barang beralih menjadi risiko pembeli.Pembeli yang harus membayar biaya tambang (freight) dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai barang itu di gudang pembeli. Karena itu, harus disebutkan nama pelabuhan muat barang untuk mempertegas batas tanggungjawab penjual.

3). Syarat C & F (Cost & Freight).

Penjualan dengan syarat C & F ini penjual membayar semua ongkos dan freight untuk mengangkut barang dari gudang penjual sampai ke pelabuhan bongkar. Risiko kehilangan/ kerusakan barang menjadi risiko pembeli. Pencantuman harga C & F selalu harus diikuti nama pelabuhan tujuan barang.

4). Syarat CIF (Cost Insurance and Freight)

Pengertian syarat CIF sama dengan C & F. Pada CIF terdapat tambahan biaya yang harus dibayar oleh penjual, yaitu biaya premi asuransi pengangkutan terhadap risiko kehilangan, kerusakan barang, selama dalam pengangkutan dan diangkut sampai kegudang pembeli. Dengan syarat ini penjual bertanggungjawab mengangkut barang ke atas kapal, membayar biaya muat dan biaya tambang, serta menutup asuransi atas barang yang dijual tersebut. Dalam kondisi ini, di belakang kata CIF harus disertai nama pelabuhan tujuan.

5). Syarat NUG (Netto Uitgeleverd Gewicht)

Syarat yang menyatakan bahwa pembeli akan membayar harga barang sebesar berat bersih pada saat barang diserahkan kepadanya. Syarat ini digunakan untuk barang-barang yang mudah susut, seperti kapas, kopra, garam.

4. Pembayaran 

Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki jasa yaitu menyalurkan dan menghimpun dana dari masyarakat. Pembayaran L/C yang dilakukan oleh  bank merupakan perjanjian kredit antara importir dan bank pembuka L/C, perjanjian tersebut harus dalam bentuk tertulis. Pemberian kredit tersebut dapat bersifat komersial maupun konsumtif. Guna mengurangi resiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai yang diperjanjikan. Jaminan tersebut dapat berupa benda (bergerak atau tidak bergerak) serta deposito (deposit) dari pihak kreditur. 

Pemberian jaminan tersebut harus dibuat surat kuasanya oleh notaris. Pembayaran merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam transaksi ekpor impor. Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 1982, pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan yang penting mengenai pengaturan sistem pembiayaan ekspor impor yang dapat dilakukan dengan cara tunai/kredit, serta memberikan kebebasan kepada eksportir dan importir untuk memilih dan menentukan sendiri cara-cara atau sistem pembayaran sesuai kesepakatan diantara para pihak, yang penutupan L/C nya dilakukan oleh notaris.

Cara-cara pembayaran dalam transaksi ekspor impor, adalah seperti Advance Payment, Open Account, Collection Basis, Konsinyasi, Counter Trade, Banker’s L/C.

Berdasarkan sales contract yang dibuat oleh pihak pembeli dan penjual, maka secara singkat dapat digambarkan alur sales contract tersebut dalam  bentuk gambar dibawah ini :

Mekanisme Sales Contract

Berdasarkan kontrak jual beli (sales contract) yang telah disepakati dan dibuat oleh pihak pembeli (buyer) dan penjual (seller), maka bank penerbit dapat menerbitkan L/C atas perintah dari pihak pembeli (dalam hal ini sebagai nasabahnya). Menurut Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/11/PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor (selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan istilah PBI), adalah :
a. Bank menerbitkan L/C dalam rangka pembayaran transaksi impor atas dasar permintaan importir yang diajukan kepada bank dengan mengisi formulir permohonan perubahan L/C. 

b. Bank hanya dapat mengubah L/C atas dasar permintaan importir yang diajukan kepada bank dengan mengisi formulir permohonan perubahan L/C.
Selanjutnya dalam Pasal 4 Ayat (1) PBI, formulir permohonan penerbitan 
L/C sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
  1. nama jelas dan alamat importir;
  2. nama jelas dan alamat eksportir;
  3. nilai L/C;
  4. syarat pembayaran atas unjuk, pembayaran kemudian atau berjangka, akseptasi atau negosiasi;
  5. jenis/rincian dokumen;
  6. tanggal terakhir pengajuan dokumen;
  7. tempat pengajuan dokumen;
  8. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo L/C;
  9. nomor dan tanggal surat ijin dari instansi yang berwenang untuk impor barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya;
  10. media penerbitan L/C:surat, teleks, swift atau sarana lainnya;
  11. uraian barang antara lain meliputi nama dan jenis barang, jumlah, harga satuan, harga FOB/C&F/CIF;
  12. tarif (Bea Masuk, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh impor);
  13. nomor HS (Harmonized System)/pos tarif;
  14. asuransi;
  15. tanggal terakhir pengapalan barang;
  16. negara tujuan pengapalan barang;
  17. negara asal barang;
  18. pencantuman pernyataan umum tunduk pada syarat-syarat umum Bank untuk penerbitan L/C.
Jadi menurut Pasal 4 Ayat (1) PBI tersebut, maka untuk penerbitan L/C para pihak harus mengisi formulir permohonan penerbitan kepada bank yang bersangkutan dalam hal ini bank penerbit (opening bank).

Berdasarkan Pasal 5 PBI, dalam hal Bank akan menerbitkan atau melakukan perubahan L/C, bank wajib melakukan hal-hal sebagai berikut :
  1. Meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian data yang dicantumkan importir dalam formulir permohonan penerbitan atau perubahan L/C;
  2. Memastikan bahwa importir telah memenuhi ketentuan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku di bidang impor yang berkaitan dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya;
  3. Meneliti surat persetujuan impor barang dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang dicantumkan dalam formulir permohonan penerbitan L/C dalam hal barang yang diimpor merupakan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya.
Berdasarkan Pasal 6 PBI, menyatakan bahwa :
“Bank dilarang menerbitkan atau melakukan perubahan L/C apabila importir tidak memenuhi ketentuan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku di bidang impor yang berkaitan dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang diawasi dan diatur tata niaga impornya”.
Berdasarkan Pasal 7 PBI, adalah sebagai berikut :
  1. L/C dapat diterbitkan dengan syarat pembayaran tunai dan atau berjangka;
  2. Dalam hal Bank melakukan penerbitan L/C dengan syarat pembayaran berjangka atau melakukan perubahan jangka waktu penundaan pembayaran L/C, maka jangka waktu penundaan pembayaran L/C tersebut didasarkan pada kesepakatan para pihak terkait yaitu Bank, importir, dan eksportir;
  3. Penerbitan dan atau perubahan L/C sebagaimana dimaksud dalam Ayat 

(2) wajib dilakukan dengan memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai Pinjaman Komersial Luar Negeri Bank.

Oleh karena itu, permohonan penerbitan L/C diatur oleh hukum nasional masing-masing negara yang dalam hal tertentu dapat berbeda dari satu negara terhadap negara lainnya. Penerbitan L/C di Indonesia dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan sebagai berikut:
  • Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor. 04/M DAG/PER/1/2015 Tentang Penggunaan Letter Of Credit Untuk Ekspor Barang Tertentu.
  • Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor. 26/M DAG/PER/3/2015 Tentang Ketentuan Khusus Pelaksanaan Penggunaan Letter Of Credit Untuk Ekspor Barang Tertentu
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003 Tentang Pembayaran  Transaksi Impor.
  • d. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor. 01/M DAG/PER/1/2009 Tentang Ekspor Barang Yang Wajib Menggunakan Letter Of Credit.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah.
  • Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP 600). Di dalam UCP menganut 2 (dua) prinsip dasar L/C yaitu prinsip independensi L/C terhadap kontrak dasar dan kontrak lainnya dan prinsip bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen tidak dengan barang atau jasa.

Peranan Bank dalam Perdagangan Internasional


Transaksi perdagangan ekspor impor, biasanya baik pihak pembeli maupun pihak penjual diharapkan untuk mempunyai rasa percaya diantara kedua belah pihak. Pihak penjual (seller) harus percaya bahwa pihak pembeli 
(buyer) memiliki itikad baik untuk melakukan pembayaran tepat pada waktunya, sedangkan pihak pembeli (buyer) harus percaya bahwa jumlah dan kualitas barang yang diterimanya nanti akan sesuai dengan yang telah iperjanjikan. Tetapi rasa saling percaya ini belum sepenuhnya menjamin bahwa masing-masing pihak akan menepati kewajibannya sebagaimana yang diharapkan. Untuk menjamin terlaksananya pembayaran tepat pada waktunya, biasanya pihak penjual (seller) maupun pihak pembeli (buyer) akan menghubungi sebuah lembaga keuangan dalam hal ini bank.Berdasarkan Pasal 1 Angka (1) UU Perbankan yang dimaksud dengan Bank adalah :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Usaha bank umum menurut Pasal 1 Angka (2) UU Perbankan adalah :
“Bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Bank dalam praktik perekonomian dapat berfungsi sebagai lembaga financial intermediary. Artinya, bank dapat melakukan penghimpunan dana dari masyarakat juga dapat melakukan penyaluran dana yang dihimpun dari masyarakat. Fungsi dari bank itu sendiri adalah sebagai berikut :

a) Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mampu menitipkan dananya pada bank jika dilandasi unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan, masyarakat dapat menarik lagi simpanan dananya di bank. Pihak bank sendiri akan bersedia menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat, apabila dilandasi kepercayaan. 
Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan bank juga percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

b) Agent of Development 

Sektor kegiatan perekonomian masyarakat, adalah sektor moneter dan sektor rill, kedua sektor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi. Sektor rill tidak dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik.

Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan dalam kelancaran kegiatan perekonomian sektor rill. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan jasa konsumsi barang serta jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.

c) Agent of Services

Pelaksanaan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank dapat  memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.

Bank sebagai lembaga keuangan memiliki kontribusi yang besar dalam perdagangan nasional maupun internasional. Dalam kajian studi hukum ekonomi internasional, bank merupakan subjek hukum ekonomi internasional yang memegang peranan penting dalam perdagangan internasional. 
Peranan sebuah bank dalam perdagangan luar negeri sebagai penjamin pembayaran sangat bervariasi, tergantung kepada jenis pembayarannya. Peranan bank dalam perdagangan luar negeri tidaklah terbatas hanya sebagai penjamin pembayaran, tetapi juga sebagai penghubung antara pihak eksportir dan pihak importir, atau sebagai pihak pemberi informasi baik kepada importir maupun kepada eksportir.

Bank sebagai penjamin dalam transaksi perdagangan yang menggunakan L/C akan menjamin kepada pihak penjual (seller) barang atau eksportir, bahwa bank akan melakukan pembayaran kepada yang bersangkutan apabila dalam batas waktu yang telah ditetapkan di dalam L/C pihak eksportir dapat memenuhi syarat-syarat yang diminta di dalam L/C. Syarat tersebut antara lain yaitu menyerahkan dokumen pengapalan yang merupakan bukti kepemilikan barang dan dokumen-dokumen lainnya. Dengan demikian pihak pembeli (buyer) baru akan dibayar oleh bank apabila yang bersangkutan telah menyerahkan bukti kepemilikan barang dan memenuhi syarat-syarat L/C lainnya yang dibuat dan dicantumkan demi untuk menjamin kepentingan pihak pembeli (seller).

Bank juga berperan sebagai penghubung antara pihak eksportir dan importir. Dengan menerbitkan L/C, sebuah bank telah menjembatani kepentingan eksportir dan importir, sebab syarat-syarat yang tercantum dalam L/C pada dasarnya adalah pencerminan dari sales contract atau kontrak jual beli antara pihak pembeli dengan pihak penjual.

Bank dapat berperan sebagai sumber informasi bagi importir ataupun eksportir. Misalnya apabila seorang produsen ingin memasarkan produknya ke negara lain tetapi tidak mengetahui siapa kira-kira pembeli (importir) dari negara tersebut yang mungkin berminat untuk membeli produksinya, dapat memperoleh informasi tersebut dari sebuah bank di negaranya. Demikian juga dengan pihak importir, dapat menghubungi bank di negaranya untuk meminta informasi apakah kira-kira ada produsen atau eksportir yang dapat menjual produk yang diinginkannya.

Peranan lain dari sebuah bank dalam perdagangan luar negeri adalah sebagai financier, yaitu sebagai pihak yang membiayai perdagangan yang dilakukan ataupun diimpor.Kepada eksportir sebuah bank misalnya dapat memberi modal untuk memproduksi barang-barang yang diekspor oleh perusahaan tersebut, atau bahkan mungkin membayar terlebih dahulu tagihan pihak eksportir kepada pihak importir di luar negeri. Kepada pihak importir sebuah bank dapat memberikan suatu jenis pembiayaan yang meringankan pihak importir di dalam membuka L/C. Dengan perkataan lain dapat disimpulkan bahwa peranan bank sebagai penjamin pembayaran, tetapi juga sebagai penghubung dan pemberi informasi kepada eksportir maupun importir. Selain dari pada itu peran bank sebagai pihak yang membiayai perdagangan luar negeri telah turut memperlancar terselenggaranya perdagangan luar negeri dengan baik.

PENUTUP

Dalam melakukan transaksi perdagangan ekspor-impor, sistem  pembayaran yang umum digunakan adalah Letter of Credit (L/C) atau Documentary Credit. Walaupun transaksi yang dilakukan antara kedua belah pihak dimungkinkan untuk tidak menggunakan L/C, namun untuk melindungi kedua belah pihak biasanya transaksi dengan L/C lebih disenangi, dimana bank ikut terlibat dan mengurangi risiko tertentu.

Dalam publikasi terbitan ICC dinyatakan bahwa Documentary Credit adalah perjanjian tertulis dari sebuah bank (issuing bank) yang diberikan kepada penjual (beneficiary, exportir) atas permintaaannya dan sesuai dengan instruksiinstruksi dari pembeli (applicant) untuk melakukan pembayaran yakni dengan cara membayar, mengaksep atau menegoisasi wesel sampai jumlah tertentu dalam jangka waktu yang ditentukan dan atas dokumen-dokumen yang ditetapkan.

Letter of Credit memiliki beberapa peran dalam perdagangan internasional, diantaranya :
1. memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor
2. mengamankan dana yang disediakan importir untuk membayar barang impor
3. menjamin kelengkapan dokumen pengapalan Karena eksportir dan importir terpisah baik secara geografis maupun geopolitik, dan secara pribadi antara eksportir dan importir tidak saling mengenal, bagi eksportir merupakan risiko besar mengirimkan barang bila tidak ada jaminan pembayaran. 

Oleh karena itu untuk mendapatkan jaminan tersebut eksportir meminta kepada importir agar membuka L/C untuknya. L/C inilah yang merupakan jaminan atas pelunasan barang yang akan dikirimkan oleh eksportir. Sebaliknya, pembukaan L/C merupakan jaiminan pula bagi importir bersangkutan untuk memperoleh pengapalan barang secara utuh sesuai yang diinginkannya, sedangkan dana L/C tersebut tidak akan dicairkan tanpa penyerahan dokumen pengapalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Letter of Credit merupakan suatu instrumen yang ditawarkan bank devisa untuk memudahkan lalu lintas pembiayaan dalam transaksi perdagangan internasional.

Dikumpulkan dari berbagai sumber :
Muchtar Machmudin dan Yus Indra, Kredit Ekspor Impor, Jakarta : Institut Bankir, Indonesia, 1993.
Ruddy Tri Santoso, Pembiayaan Transaksi Luar Negeri, Yogyakarta : Andi Offset, 1993.
Budi F. Supriadi, Aspek Bisnis dalam Lalu Lintas Pembayaran Dalam Negeri dan Luar Negeri, Bahan Perkuliahan Lalu Lintas Pembayaran Dalam Negeri dan Luar Negeri dan Transaksi Perdagangan 
Internasional, Bandung : STIE YPKP.
Amir MS, 2002, Kontrak Dagang Ekspor, PPM, Jakarta.
Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Jakarta : Salemba Empat, 2000.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Rajawali Pers, Jakarta.
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
UNDANG-UNDANG:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, 
Impor dan Lalu Lintas Devisa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mekanisme Transaksi di Pasar Modal, Mekanisme Transaksi di Pasar Perdana, MekanismeTransaksi di Pasar Sekunder

Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam L/C (Letter of Credit), Pembeli, Penjual, Bank Pembuka, Issuing Bank, Ketentuan Legalitas

Transaksi Pembayaran Dalam Perdagangan Internasional Dengan Memakai Letter Of Credit (L/C)